Hak Kekayaan Intelektual
·
Pengertian Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Hak adalah benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuatsesuatu ( karena telah ditentukan
oleh undang-undang ), atau wewenang menuruthukum.
Kekayaan adalah perihal yang (
bersifat, ciri ) kaya, harta yang menjadi milikorang, kekuasaan.
Intelektual adalah cerdas, berakal
dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan, atau totalitas pengertian
atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa.
Hak
Atas Kekayaan Intelektual ( HAKI ) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif
suatu kemampuandaya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupanmanusia,
juga mempunyai nilai ekonomis.Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak
Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda, yaitu bendatidak
berwujud (benda imateriil).Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam
bagian hak atas bendatak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak
Atas Kekayaan Intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual,
disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan
untukIntellectual
Property Rights (IPR), yakni hak yang
timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang
berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara
ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI
adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
·
Bidang Hak Kekayaan Intelektual
Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian,yaitu:
1) Hak Cipta (copyright);
2) Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang
mencakup:
- Paten (patent);
- Desain industri (industrial design);
- Merek (trademark);
- Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair
competition);
- Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
- Rahasia dagang (trade secret).
·
Sistem Hak kekayaan Intelektual
Sistem HKI
merupakan hak privat (private
rights). Disinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk
mengajukan permohonan atau mendaftar karya intelektual atau tidak. Hak
eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta,
pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil
karya (kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk lebih lanjut
mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat
ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu, sistem HKI menunjang
diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk kreativitas manusia
sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat
dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan
masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau
mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
·
Badan
Khusus yang Menangani Hak Kekayaan Intelektual Dunia
Badan tersebut adalah World Intellectual Property Organization(WIPO),
suatu badan khusus PBB, dan Indonesia termasuk salah satu anggota dengan
diratifikasinya Paris Convention for the
Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World
Intellectual Property Organization.
·
Kedudukan
Hak kekayaan Intelektual dimata Internasional
Pada saat ini, HKI telah menjadi
isu yang sangat penting dan mendapat perhatian baik dalam nasional maupun
internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket Persetujuan WTO di tahun 1994
menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan
demikian pada saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia
perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan
perdagangan telah memacu dimulai era baru pembangunan ekonomi yang berdasar
ilmu pengetahuan.
·
Sekilas Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia
Secara
historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang
pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah
Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta
(1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property sejak tahun
1888 dan anggota Berne Convention for the
Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman
pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap
berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan
dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia
( sekarang Jakarta ), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada
tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan
perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara
permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17
yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada
tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961
tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk
menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan
undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No.
21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat
disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah
undang-undang ini diundangkan". Undang-undang
tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11
November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah
ditetapkan sebagai Hari HKI Nasional.
Pada
tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)]
berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam
Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian
(reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28
ayat (1).
Pada
tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda.
Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi
penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan
sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun
1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada
tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI
melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres
34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional
di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan
sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak
hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah
terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani
perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim
Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982,
akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.
Pada
tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No.
7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982
dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat
membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.
Menyusuli
pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah
kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.
Pada
tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan
Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih
fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit
eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan,
Departemen Kehakiman.
Pada
tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten,
yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh
Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1
Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang
seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana
dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten
diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang
lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam
pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi
memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan
untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam
negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem
HKI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia
internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu
sistem perlindungan HKI yang efektif.
Pada
tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang
Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992
menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI
menandatangani Final Act Embodying the
Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations,
yang mencakup Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIPS).
Tiga
tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun
1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.
Di
penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang HKI, yaitu UU No. 30
tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Dalam
upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI
dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU
No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua
UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun
sejak diundangkannya.
Referensi:
http://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah
http://www.academia.edu/6783899/MAKALAH_Hak_Atas_Kekayaan_Intelektual
http://119.252.161.174/kedudukan-hki-di-mata-dunia-internasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar