Kamis, 01 Mei 2014

Otonomi Daerah


pengertian otonomi daerah


  • Pengertian Otonomi Daerah
 Secara etimologi
Kata otonomi berasal dari Bahasa Yunani yaitu auto (daerah) dan nomos (hukum). Jadi, pengertian otonomi daerah secara etimologi adalah hak darah untuk mengatur pemerintahan sendiri.
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pendapat ahli:
  • Sugeng Istanto (dosen fakultas hukum UGM): otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
  • Syarif Saleh: otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat.
  Beberapa sudut pandang;
  • Dilihat dari sudut pandang ekonomi, otonomi daerah merupakan bentuk pemberian wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola aset-aset daerahnya secara mandiri
  • Sudut pandang politik melihat otonomi daerah sebagai wujud dari pengakuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
  • Sudut pandang sosial melihat otonomi merupakan bentuk pengakuan dari keanekaragaman daerah
  • Hukum melihat otonomi daerah sebagai bentuk pemberdayaan, dalam arti pemberian keleluasaan dan kewenangan kepada daerah untuk berprakarsa membuat keputusan sendiri. 

    Permasalahan Dalam Otonomi Daerah di Indonesia

    Sejak diberlakukannya UU no 32 tahun 1999 yang kemudian disusul dengan UU no 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang secara subtansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta pemerintahan kota suatu kewenangan serta otonomi yang lebih luas dibandingkan dengan era sebelumnya. Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun 1999, yang dimaksud Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai pasal 1 ayat 5 yang dimaksud Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    Ada beberapa hal yang menandai adanya otonomi daerah di Indonesia, misalnya: diserahkannya berbagai urusan kepada daerah, pemilihan kepala daerah secara langsung, semakin banyak muncul daerah baru hasil dari pemekaran daerah, dan lahirnya beberapa partai local. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau terpinggirkan. Pada masa orde baru, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis akan bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
    Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan, yang jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk mensejahterakan rakyatnya? Pasti jawabannya iya, Mengapa? Karena, tanpa disadari beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
    Setelah sekian lama otonomi berlangsung yang antara lain ditandai dengan adanya diserahkanya berbagai urusan kepada daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung ada beberapa permasalahan yang muncul, yaitu semakin maraknya penyebaran korupsi diberbagai daerah, money politics, munculnya fenomena pragmatism politik di masyarakat daerah, legitimasi politik dan stabilitas politik belum sepenuhnya tercapai, adanya konflik horizontal dan konflik vertical, dan kesejahteraan masyarakat ditingkat local belum sepenuhnya diwujudkan.
    Nampak adanya beberapa pertimbangan yang rumit dibalik pemberian otonomi pada masyarakat Indonesia. Berbagai pertimbangan yang kompleks telah membawa pelaksanaan otonomi daerah belum pernah berjalan tuntas. Gejala tersebut dapat disebut dengan otonomi daerah setengah hati. Hal tersebut dapat dicermati dengan seringnya berganti aturan UU yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, ada lebih dari 15 UU yang pernah dibuat untuk mengatur masalah otonomi daerah.
    Ada beberapa daerah yang merasa diberlakukan kurang adil oleh pemerintah pusat dan tidak pernah merasakan kemakmuran yang akhirnya menimbulkan dinamika dan gejolak politik misalnya munculnya Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Organisasi Papua Merdeka.
    CONTOH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
    OTONOMI KHUSUS DAERAH PROVINSI PAPUA

    Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.
    Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.

    PROVINSI PAPUA

    Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
    Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.

    WILAYAH PAPUA 

    Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing sebagai Daerah Otonom. Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik. Distrik (dahulu dikenal dengan Kecamatan) adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota; Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain. Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota.
    Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan untuk kepentingan khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atas usul Provinsi. Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi-provinsi yang baru dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

    PEMERINTAH

    Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.

    Legislatif

    Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. Jumlah anggota DPRP adalah 1 1/4 (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota DPRD Provinsi Papua menurut UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka jumlah kursi DPRP adalah 125 kursi.

    Eksekutif

    Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur. Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil Gubernur. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi lain di Indonesia, yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua memerlukan syarat khusus, diantaranya adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:
    • orang asli Papua;
    • setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua;
    • tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik; dan
    • tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.

    MRP

    MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP. Keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus. Masa keanggotaan MRP adalah 5 (lima) tahun. Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
    MRP mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur dengan Perdasus, antara lain :
    • memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP; dan
    • memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur;

    Parpol

    Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik. Rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing.

    Peraturan Daerah

    Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam UU 21/2001. Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP. Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perdasi dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur.

    Keuangan

    Dana Perimbangan

    Dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya) mendapat bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut:
    1. Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
    2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen)
    3. Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)
    4. Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
    5. Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
    6. Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
    7. Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen)
    8. Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen).
    Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan Pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi

    Dana lain-lain

    Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua. Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

    Perekonomian

    Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan, yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus. Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat yang dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya. Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat. Pemberian kesempatan berusaha Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat

    Penegakan Hukum

    Kepolisian

    Tugas Kepolisian di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur Provinsi Papua. Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan Gubernur Provinsi Papua. Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi Papua. Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar Provinsi Papua dilaksanakan atas Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya dan adat istiadat di daerah penugasan.

    Kejaksaan

    Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan Republik Indonesia. Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.

    Peradilan

    Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di samping kekuasaan kehakiman tersebut, diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu. Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
    Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang bersengketa atau pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya.
    Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
    Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap.

    Adat Papua dan Perlindungannya

    Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
    Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
    Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya. Dalam hal mendapatkan pekerjaan di bidang peradilan, orang asli Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua

    Hak Asasi dan Rekonsiliasi

    Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua. Untuk hal itu Pemerintah membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua. Untuk menegakkan Hak Asasi Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki.
    Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.

    Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan

    Setiap penduduk Provinsi Papua memiliki hak dan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk menjamin:
    • kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
    • menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama;
    • mengakui otonomi lembaga keagamaan; dan
    • memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.
    Pemerintah mendelegasikan sebagian kewenangan perizinan penempatan tenaga asing bidang keagamaan di Provinsi Papua kepada Gubernur Provinsi Papua.
    Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua. Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa kedua di semua jenjang pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.

    Lingkungan Hidup

    Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.

    Lain-lain

    Usul perubahan atas UU 21/2001 dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan UU 21/2001 dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah Undang-undang ini berlaku. Pemberian otonomi ini disahkan pada 21 November 2001.

    Revisi

    Undang-undang Otonomi Khusus Papua mengalami beberapa perubahan termasuk usulan penggantian undang-undang.

    Penerbitan Perpu No. 1 Tahun 2008

    Perpu 1/2008 merupakan revisi dari UU 21/2001 yang ditujukan untuk memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat. Dalam UU 21/2001, hanya dijelaskan mengenai pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Definisi "Provinsi Papua" yang dimaksud dalam UU ini diterjemahkan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak, apakah itu Provinsi Papua "sebelum pemekaran" ataukah "setelah pemekaran". Pada waktu UU 21/2001 disahkan, yang dimaksud Provinsi Papua mencakup seluruh wilayah Pulau Papua bagian barat. Dalam perkembangannya, bagian sebelah timur dari Provinsi Papua dipisahkan menjadi Provinsi Papua Barat. Pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat. Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perpu 1/2008 sebagai dasar hukum pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat.

    Undang-Undang Pemerintahan Papua/Otonomi Khusus Plus Papua

    Pada akhir Mei 2013, Pemerintah pusat menyatakan bakal mengganti Undang-Undang Otsus Papua tahun 2001 dengan Undang-Undang Pemerintahan Papua. Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Felix Wanggai menuturkan Undang-Undang Pemerintahan Papua bermakna untuk penguatan jati diri dan harkat martabat orang Papua, mempercepat pembangunan di tanah Papua, serta lebih melihat persoalan sosial dan politik dengan rekonsiliatif.








    REFERENSI SUMBER :
    http://krsmwn.blogspot.com/2013/11/pengertian-otonomi-daerah_11.html 
    http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/28/permasalahan-dalam-otonomi-daerah-di-indonesia-560025.html
    http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papuahttp://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papua

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar