Jumat, 09 Juni 2017

3 Contoh Kasus Kontrak Kerja atau Kontrak Bisnis

Perjanjian ikatan dinas tak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga ada perbedaan antara perjanjian kerja dan perjanjian ikatan dinas. Perjanjian ikatan dinas sepenuhnya tunduk pada rezim hukum perdata.
Sidang lanjutan gugatan ganti rugi atas 5 orang pilot, Sugeng dkk, yang dilayangkan Mandala Airlines, kembali digelar di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Selasa (5/5) pekan lalu. Agenda sidang saat itu adalah pemeriksaan bukti-bukti tertulis para pekerja.  

Seperti diwartakan sebelumnya, alasan perusahaan menggugat adalah karena Sugeng dkk mengakhiri perjanjian ikatan dinas sebelum jangka waktu perjanjian berakhir. Padahal, perusahaan telah membiayai Sugeng dkk mengikuti pelatihan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Karenanya, perusahaan menuntut Sugeng dkk membayar ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam surat perjanjian dinas itu.  

Dari berkas yang diterima hukumonline, ada hal menarik dalam tahap jawab-menjawab ini yakni  pihak pekerja mempersoalkan perjanjian ikatan dinas yang menjadi objek perkara ini. Para pekerja menganggap perjanjian ikatan dinas yang dibuat para pekerja bukan termasuk perjanjian sebagaimana yang termuat dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  

Alasan keberatan itu dikemukakan kuasa hukum para pilot, Andrie Gusti Ari Sarjono. Menurutnya, perjanjian ikatan dinas tak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan. Sebab, UU Ketenagakerjaan hanya mengatur jenis perjanjian, seperti perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja bersama (PKB), perjanjian pemborongan pekerjaan, dan perjanjian penyediaan jasa pekerja. Pendapat ini juga dituangkan dalam buku karangan Adrian Sutedi yang berjudul Hukum Perburuhan. Ini salah satu eksepsi kita, kata pengacara dari Hendri J Pandiangan & Parners Law Office ini kepada hukumonline, Senin (11/5).  

Andrie semakin yakin kalau perjanjian ikatan dinas tak lahir dari UU Ketenagakerjaan. Buktinya adalah pencantuman jangka waktu dalam perjanjian ikatan dinas selama 5 tahun secara langsung yang melebihi ketentuan UU Ketenagakerjaan. Seperti diketahui, Pasal 57 UU Ketenagakerjaan hanya membolehkan seseorang dikontrak paling lama dua tahun. Jika ingin diperpanjang, perusahaan harus memberitahukannya 7 hari sebelum kontrak berakhir. Perpanjangan itu berlaku untuk paling lama satu tahun.

Selesai perpanjangan, perusahaan bisa memperbaharui perjanjian untuk paling lama dua tahun. Harus ada jeda minimal 30 hari antara perpanjangan dengan pembaharuan kontrak. Jika semua syarat itu tak terpenuhi, maka demi hukum status si pekerja berubah menjadi pekerja tetap perusahaan itu.

Dengan tak dikenalnya perjanjian ikatan kerja dalam lapangan hukum ketenagakerjaan, Andrie merasa perkara ini tak tepat dialamatkan ke PHI Jakarta. Hal ini diperkuat dengan salah satu klausul dari perjanjian yang menyatakan segala perselisihan yang timbul akan diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

Alexius Widjojo T, Legal Manager perusahaan lagi-lagi enggan menanggapi bantahan yang dipersoalkan para pilot itu baik secara langsung maupun lewat telepon. "Sorry ya saya gak mau komentar. Kamu hubungi Humas Mandala aja deh!" kata Alexius kepada hukumonline di PHI Jakarta, Selasa (5/5). Upaya hukumonline menghubungi kantor Mandala Airlines pun tak membuahkan hasil. 

Namun berdasarkan berkas replik yang diterima hukumonline, Mandala Airlines tetap berkeyakinan bahwa persoalan yang terjadi merupakan ruang lingkup masalah perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jo UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Atas dasar itu, PHI tetap berwenang mengadili perkara ini bukan BANI. Selain itu, surat perjanjian ikatan dinas yang dipermasalahkan pun, Mandala Airlines menganggap bahwa perjanjian ikatan dinas termasuk jenis-jenis perjanjian sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dimana para pilot memutus kontrak sebelum masa kerja berakhir. Selain melanggar Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003, para pilot melanggar Pasal 4 Perjanjian Kerja Ikatan Dinas.

Pasal 4 perjanjian ikatan dinas menyebutkan jika para pilot mengundurkan diri atau memutus hubungan kerja atau dikeluarkan pihak pertama (Mandala, red) atau dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan tidak lulus selama pendidikan pelatihan sebagai penerbang pesawat jenis Airbus 319/320, maka para pilot setuju untuk membayar secara penuh sebesar 3 kali lipat biaya pendidikan kepada pihak Mandala Airlines.             

Mandala membantah jika dikatakan para pilot menyatakan mengundurkan diri secara resmi. Menurutnya pengunduran diri para pilot itu tanpa didasari alasan yang jelas. Buktinya, pihak  Mandala telah berusaha untuk memanggil secara lisan maupun tertulis, tetapi mereka tak hadir.                      

Berbeda
Seperti diketahui persoalan perjanjian ikatan dinas ini kerap digunakan perusahaan maskapai penerbangan. Berdasarkan catatan hukumonline sengketa soal perjanjian ikatan dinas tak hanya terjadi di Mandala Airlines, tetapi terjadi juga di Batavia Air dan Lion Air. Sebagai contoh, kasus Lion Air, 4 orang mantan pilot mengundurkan diri dalam masa kontrak selama 5 tahun dan menggugat perusahaan untuk membayar penggantian hak. Sementara kasus Batavia Air,  Pengadian Negeri Jakarta Pusat menghukum mantan pilot Batavia Air, Jaka Pituana, untuk membayar ganti rugi kepada Batavia Air lantaran terbukti wanpretasi terhadap perjanjian ikatan dinas yang dijalin dengan Batavia Air.  

Ketika dimintai pendapat, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yogo Pamungkas mengatakan ada perbedaan antara perjanjian ikatan dinas dan perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang menciptakan hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan baik dalam jangka waktu tertentu maupun tidak dalam jangka waktu tertentu.

Sementara perjanjian ikatan dinas biasanya merupakan perjanjian perdata biasa yang merupakan lanjutan setelah adanya perjanjian kerja. Perjanjian dinas itu umumnya mengatur pendidikan dan pelatihan yang menugaskan pekerja. Biasanya pekerja diterima kerja dulu, terus buat perjanjian kerja, setelah mereka diklat akan dibuat perjanjian lagi, ujar Yogo kepada hukumonline, Jumat (8/5).  

Menurutnya perjanjian ikatan dinas merupakan perjanjian perdata biasa yang berlaku ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian ikatan dinas sang pilot diberikan pendidikan dengan syarat yang telah diberikan kompensasi dengan jangka waktu lima tahun. Jika terjadi wanprestasi, maka akan ada kompensasi yang 3 kali lipat tadi, ujarnya.

Kalau dalam perjanjian PKWT (kontrak, red) jika salah satu pihak mengundurkan diri dalam masa kontrak, pihak lainnya berhak menuntut sebesar upah sisa kontrak yang belum dijalani, misalnya pekerja dikontrak 2 tahun, pekerja baru menjalani 1 tahun kerja kemudian di-PHK, si pekerja berhak menuntut 1 tahun upah yang belum dijalani atau sebaliknya. Sebenarnya status para pilot itu PKWTT (pegawai tetap) meski perjanjian ikatan dinasnya berakhir, pungkasnya.
 
Pengertian Kontrak
Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian luas sering juga di namakan dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakanya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang di sebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi  para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hokum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata ( B.W.) perikatan bisa terjadi karena perjanjian maupun karena undang-undang. Jadi makna perikatan lebih luas dari kata perjanjian, karena perikatan bisa ada karena undang-undang dan perjanjian. Didalam perikatan yang lahir karena undang-undang asas kebebasan untuk mengadakan perjanjian tidak berlaku. Suatu perbuatan bisa menjadi perikatan karena kehendak dari undang- undang.
Untuk perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian maka pembentuk undang- undang memberikan aturan-atuan yang umum, namun tidak demikian halnya dengan perikatan yang lahir karena undang-undang, pembentuk undang-undang membuat aturan- aturan yang harus dipenuhi oleh para pihak untuk memenuhi kewajibannya.
Terjadinya Perikatan Didalam pasal 1353 KUH Perdata disebutkan :
” Perikatan-perikatan yang dilahirkan oleh undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, dapat terjadi / terbit karena perbutan yang dibolehkan/ halal atau dari perbuatan melawan hukum ”.
Bahwa untuk terjadinya perikatan diatas, undang-undang tidak mewajibkan dipenuhinya syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan untuk terjadinya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, karena perikatan itu bersumber dari undang-undang, sehingga terlepas dari kemauan para pihak. Apabila ada suatu perbuatan hukum, yang memenuhi beberapa unsur tertentu , undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum tersebut adalah suatu perikatan., sebagai contoh :
a. Perikatan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak,. b.Perikatan mengurusi kepentingan orang lain secara sukarela dengan tidak mendapat perintah dari pihak yang berkepentingan sehingga pihak yang diwakili dapat mengerjakan sendiri urusan itu sendiri ( Zaakwarneming / Pasal 1354 ) dan hal ini berbeda perikatan untuk memberikan kuasa yang diatur pasal 1792 KUH Perdata, dimana penerima kuasa bisa memperoleh honor dari urusan yang dikuasakan kepadanya.
Perikatan yang lahir karena perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi :
” Setiap perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada pihak / orang yang melakukan kesalahan tersebut kepada pihak lainnya itu untuk memberikan ganti rugi ”.
2. Syarat Syahnya Kontrak
Menurut pasal 1320 KUH perdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sepakat para pihak untuk mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.(3)
3) Hananudin Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 4-5.
a.         syarat subjektif,
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya / para pihak yang mengadakan kontrak, maka disebut syarat subyektif, karena jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya.
syarat ini apabila dilangar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
            1)  kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
            2)  kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
            Dengan diperlukannya kata ” sepakat ”, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ” cacat ” bagi perujudan kehendak tersebut.
b.         syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
            1)  suatu hal (objek) tertentu;
            2)  suatu sebab yang halal (kausa).
3. Asas-Asas Dalam Hukum Kontrak
Menurut pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan : ” Bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas-asas kontrak sebagai berikut :
1). Konsensus / sepakat , artinya perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus / sepakat antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak.
2). Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas mengenai bentuk kontraknya. Asas kebebasan berkontrak ini juga meliputi :
- Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
- Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;
- Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa / isi dari perjanjian yang akan dibuatnya;
- Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;
- Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
3). Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya ( mengikat dan memaksa ).
4). Asas kepercayaan, artinya kontrak harus dilandasi oleh i’tikad baik para pihak sehingga tidak unsur manipulasi dalam melakukan kontrak.( pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menyatakan : ” perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik ”
5). Asas persamaan hak dan keseimbangan dalam kewajiban
6). Asas moral dan kepatutan
7). Asas kebiasaan dan kepastian hukum
4.  Sumber Hukum Kontrak
Mengenai sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang-undang  dijelaskan:
a.  Persetujuan para pihak (kontrak);
b.  Undang-undang selanjutnya yang lahir dari UU ini dapat dibagi:
            1) Undang-undang saja
2) UU karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari UU karena suatu perbuatan dapat dibagi:
            a)   yang dibolehkan (zaakwaarnaming);
b) yang berlawanan dengan hokum, misalnya seorang karyawan yang membocorkan rahasia perusahaan, meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan dapat saja menuntut karyawan tersebut karena perbuatan itu oleh UU termasuk perbuatan yang melawan hukum (onrechtsmatige daad),untuk hal ini dapat dilihat pasal 1365 KUH Perdata.
B. JENIS-JENIS KONTRAK DAN BERAKHIRNYA KONTRAK
1. Macam-macam Kontrak
Berikut ini beberapa contoh kontrak khusus dan penting yang banyak terjadi dalam praktik bisnis pada umumnya.
a. Perjanjian Kredit
1) Pengertian Kredit
Kredit atau credere (dalam bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian. Adapun unsure dari kredit adalah adanya dua pihak, kesepakatan pinjam-meminjam (lihat lagi pasal 1754 KUH Perdata tentang Perjanjian Pinjam-Meminjam), kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu tertentu dengan objeknya benda.
Sedangkan dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang perjanjian kredit diatur dalam Pasal 1 Ayat 11, yang berbunyi:
        Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank (kreditor) denganpihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjamuntuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.  
2) Perjanjian Kredit Uang
Para Pihak. Menurut Pasal 16 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat wajib memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, persyaratan tersebut adalah :
- susunan organisasi dan pengurusan
- permodalan
- kepemilikan
- keahlian bidang Perbankan
- kelayakan rencana kerja dan
- hal-hal lain yang ditetapkan Bank Indonesia
Bunga. Meskipun suku bunga menurut UU tidak boleh lebih 6% (S. 1848 No. 22) tetapi dalam praktik bisnis kesepakatan antara kreditor dan debitor biasanya boleh lebih dari ditentukan, yang penting bunga itu ada. UU Perbankan kita memang menganut sistem bunga mengambang yang sebetulnya cenderung mengarah ke riba yang bisa merusak dan bisa terjadi ketidakseimbangan mengingat masyarakat kita masih memerlukan pembinaan untuk bergerak di bidang bisnis.
Batas Maksimum Pemberian Kredit. Menurut UU Perbankan Pasal 11 Ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh melebihi 30% dari modal bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas.
Jaminan. Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.
 
Sumber
 
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21973/masalah-ketenagakerjaan-dalam-perjanjian-ikatan-dinas
http://wf-managementclass.blogspot.co.id/2015/11/hukum-bisnis-kontrak-bisnis-perjanjian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar