Sidang lanjutan gugatan ganti rugi atas 5 orang pilot,
Sugeng dkk, yang dilayangkan Mandala Airlines, kembali digelar di
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Selasa (5/5) pekan lalu.
Agenda sidang saat itu adalah pemeriksaan bukti-bukti tertulis para
pekerja.
Seperti
diwartakan sebelumnya, alasan perusahaan menggugat adalah karena Sugeng
dkk mengakhiri perjanjian ikatan dinas sebelum jangka waktu perjanjian
berakhir. Padahal, perusahaan telah membiayai Sugeng dkk mengikuti
pelatihan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Karenanya,
perusahaan menuntut Sugeng dkk membayar ganti rugi sebagaimana yang
diatur dalam surat perjanjian dinas itu.
Dari berkas yang diterima hukumonline, ada hal menarik dalam tahap jawab-menjawab ini yakni pihak
pekerja mempersoalkan perjanjian ikatan dinas yang menjadi objek
perkara ini. Para pekerja menganggap perjanjian ikatan dinas yang dibuat
para pekerja bukan termasuk perjanjian sebagaimana yang termuat dalam
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Alasan
keberatan itu dikemukakan kuasa hukum para pilot, Andrie Gusti Ari
Sarjono. Menurutnya, perjanjian ikatan dinas tak dikenal dalam UU
Ketenagakerjaan. Sebab, UU Ketenagakerjaan hanya mengatur jenis
perjanjian, seperti perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja bersama (PKB),
perjanjian pemborongan pekerjaan, dan perjanjian penyediaan jasa
pekerja. Pendapat ini juga dituangkan dalam buku karangan Adrian Sutedi
yang berjudul Hukum Perburuhan. Ini salah satu eksepsi kita, kata pengacara dari Hendri J Pandiangan & Parners Law Office ini kepada hukumonline, Senin (11/5).
Andrie
semakin yakin kalau perjanjian ikatan dinas tak lahir dari UU
Ketenagakerjaan. Buktinya adalah pencantuman jangka waktu dalam
perjanjian ikatan dinas selama 5 tahun secara langsung yang melebihi
ketentuan UU Ketenagakerjaan. Seperti diketahui, Pasal 57 UU
Ketenagakerjaan hanya membolehkan seseorang dikontrak paling lama dua
tahun. Jika ingin diperpanjang, perusahaan harus memberitahukannya 7
hari sebelum kontrak berakhir. Perpanjangan itu berlaku untuk paling
lama satu tahun.
Selesai
perpanjangan, perusahaan bisa memperbaharui perjanjian untuk paling
lama dua tahun. Harus ada jeda minimal 30 hari antara perpanjangan
dengan pembaharuan kontrak. Jika semua syarat itu tak terpenuhi, maka
demi hukum status si pekerja berubah menjadi pekerja tetap perusahaan
itu.
Dengan
tak dikenalnya perjanjian ikatan kerja dalam lapangan hukum
ketenagakerjaan, Andrie merasa perkara ini tak tepat dialamatkan ke PHI
Jakarta. Hal ini diperkuat dengan salah satu klausul dari perjanjian
yang menyatakan segala perselisihan yang timbul akan diselesaikan di
Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Alexius Widjojo T, Legal Manager perusahaan lagi-lagi enggan menanggapi bantahan yang dipersoalkan para pilot itu baik secara langsung maupun lewat telepon. "Sorry ya saya gak mau komentar. Kamu hubungi Humas Mandala aja deh!" kata Alexius kepada hukumonline di PHI Jakarta, Selasa (5/5). Upaya hukumonline menghubungi kantor Mandala Airlines pun tak membuahkan hasil.
Namun berdasarkan berkas replik yang diterima hukumonline,
Mandala Airlines tetap berkeyakinan bahwa persoalan yang terjadi
merupakan ruang lingkup masalah perselisihan hubungan industrial
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jo UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Atas
dasar itu, PHI tetap berwenang mengadili perkara ini bukan BANI. Selain
itu, surat perjanjian ikatan dinas yang dipermasalahkan pun, Mandala
Airlines menganggap bahwa perjanjian ikatan dinas termasuk jenis-jenis
perjanjian sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dimana para
pilot memutus kontrak sebelum masa kerja berakhir. Selain melanggar
Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003, para pilot melanggar Pasal 4 Perjanjian
Kerja Ikatan Dinas.
Pasal
4 perjanjian ikatan dinas menyebutkan jika para pilot mengundurkan diri
atau memutus hubungan kerja atau dikeluarkan pihak pertama (Mandala,
red) atau dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan tidak
lulus selama pendidikan pelatihan sebagai penerbang pesawat jenis Airbus
319/320, maka para pilot setuju untuk membayar secara penuh sebesar 3
kali lipat biaya pendidikan kepada pihak Mandala Airlines.
Mandala
membantah jika dikatakan para pilot menyatakan mengundurkan diri secara
resmi. Menurutnya pengunduran diri para pilot itu tanpa didasari alasan
yang jelas. Buktinya, pihak Mandala telah berusaha untuk memanggil secara lisan maupun tertulis, tetapi mereka tak hadir.
Berbeda
Seperti diketahui persoalan perjanjian ikatan dinas ini kerap digunakan perusahaan maskapai penerbangan. Berdasarkan catatan hukumonline
sengketa soal perjanjian ikatan dinas tak hanya terjadi di Mandala
Airlines, tetapi terjadi juga di Batavia Air dan Lion Air. Sebagai
contoh, kasus Lion Air,
4 orang mantan pilot mengundurkan diri dalam masa kontrak selama 5
tahun dan menggugat perusahaan untuk membayar penggantian hak. Sementara
kasus Batavia Air, Pengadian
Negeri Jakarta Pusat menghukum mantan pilot Batavia Air, Jaka Pituana,
untuk membayar ganti rugi kepada Batavia Air lantaran terbukti
wanpretasi terhadap perjanjian ikatan dinas yang dijalin dengan Batavia
Air.
Ketika
dimintai pendapat, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yogo
Pamungkas mengatakan ada perbedaan antara perjanjian ikatan dinas dan
perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang menciptakan
hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan baik dalam jangka waktu
tertentu maupun tidak dalam jangka waktu tertentu.
Sementara
perjanjian ikatan dinas biasanya merupakan perjanjian perdata biasa
yang merupakan lanjutan setelah adanya perjanjian kerja. Perjanjian
dinas itu umumnya mengatur pendidikan dan pelatihan yang menugaskan
pekerja. Biasanya pekerja diterima kerja dulu, terus buat perjanjian
kerja, setelah mereka diklat akan dibuat perjanjian lagi, ujar Yogo
kepada hukumonline, Jumat (8/5).
Menurutnya
perjanjian ikatan dinas merupakan perjanjian perdata biasa yang berlaku
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian ikatan dinas sang
pilot diberikan pendidikan dengan syarat yang telah diberikan kompensasi
dengan jangka waktu lima tahun. Jika terjadi wanprestasi, maka akan ada
kompensasi yang 3 kali lipat tadi, ujarnya.
Pengertian Kontrak
Kontrak
atau contracts (dalam bahasa Inggris)
dan overeenkomst (dalam bahasa
Belanda) dalam pengertian luas sering juga di namakan dengan istilah perjanjian.
Kontrak adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang
bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan
melaksanakanya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang di
sebut perikatan (verbintenis). Dengan
demikian kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut,
karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hokum formal, asal kontrak
tersebut adalah kontrak yang sah. Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata ( B.W.)
perikatan bisa terjadi karena perjanjian maupun karena undang-undang. Jadi
makna perikatan lebih luas dari kata perjanjian, karena perikatan bisa ada
karena undang-undang dan perjanjian. Didalam perikatan yang lahir karena
undang-undang asas kebebasan untuk mengadakan perjanjian tidak berlaku. Suatu
perbuatan bisa menjadi perikatan karena kehendak dari undang- undang.
Untuk
perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian maka pembentuk undang- undang
memberikan aturan-atuan yang umum, namun tidak demikian halnya dengan perikatan
yang lahir karena undang-undang, pembentuk undang-undang membuat aturan- aturan
yang harus dipenuhi oleh para pihak untuk memenuhi kewajibannya.
Terjadinya
Perikatan Didalam pasal 1353 KUH Perdata disebutkan :
” Perikatan-perikatan yang
dilahirkan oleh undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, dapat terjadi /
terbit karena perbutan yang dibolehkan/ halal atau dari perbuatan melawan hukum
”.
Bahwa
untuk terjadinya perikatan diatas, undang-undang tidak mewajibkan dipenuhinya
syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan untuk terjadinya perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, karena perikatan itu
bersumber dari undang-undang, sehingga terlepas dari kemauan para pihak.
Apabila ada suatu perbuatan hukum, yang memenuhi beberapa unsur tertentu ,
undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum tersebut adalah suatu perikatan.,
sebagai contoh :
a.
Perikatan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak,. b.Perikatan mengurusi
kepentingan orang lain secara sukarela dengan tidak mendapat perintah dari
pihak yang berkepentingan sehingga pihak yang diwakili dapat mengerjakan
sendiri urusan itu sendiri ( Zaakwarneming / Pasal 1354 ) dan hal ini berbeda
perikatan untuk memberikan kuasa yang diatur pasal 1792 KUH Perdata, dimana
penerima kuasa bisa memperoleh honor dari urusan yang dikuasakan kepadanya.
Perikatan
yang lahir karena perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal
1365 KUH Perdata yang berbunyi :
” Setiap perbuatan yang melawan
hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada pihak /
orang yang melakukan kesalahan tersebut kepada pihak lainnya itu untuk
memberikan ganti rugi ”.
2. Syarat Syahnya Kontrak
Menurut
pasal 1320 KUH perdata kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Sepakat para pihak untuk mengikatkan
dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3.
suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.(3)
3) Hananudin
Rahman, Legal Drafting, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 4-5.
a. syarat
subjektif,
Syarat
pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya / para pihak yang mengadakan
kontrak, maka disebut syarat subyektif, karena jika syarat subyektif tidak
terpenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya.
syarat
ini apabila dilangar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1)
kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2)
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan diperlukannya kata ” sepakat
”, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak
mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya ” cacat ” bagi perujudan
kehendak tersebut.
b. syarat objektif, syarat ini apabila
dilanggar maka kontraknya batal demi hukum,
meliputi:
1)
suatu hal (objek) tertentu;
2)
suatu sebab yang halal (kausa).
3. Asas-Asas Dalam Hukum Kontrak
Menurut
pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan : ” Bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Dari
bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas-asas kontrak sebagai berikut
:
1).
Konsensus / sepakat , artinya perjanjian itu telah terjadi jika telah ada
konsensus / sepakat antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak.
2).
Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian,
bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas mengenai bentuk kontraknya. Asas
kebebasan berkontrak ini juga meliputi :
- Kebebasan
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
- Kebebasan
untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;
- Kebebasan
untuk menentukan atau memilih causa / isi dari perjanjian yang akan dibuatnya;
- Kebebasan
untuk menentukan obyek perjanjian;
- Kebebasan
untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
3).
Pacta sunt servanda, artinya kontrak
itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya ( mengikat dan
memaksa ).
4).
Asas kepercayaan, artinya kontrak harus dilandasi oleh i’tikad baik para pihak
sehingga tidak unsur manipulasi dalam melakukan kontrak.( pasal 1338 ayat 3 KUH
Perdata menyatakan : ” perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik ”
5).
Asas persamaan hak dan keseimbangan dalam kewajiban
6).
Asas moral dan kepatutan
7).
Asas kebiasaan dan kepastian hukum
4. Sumber Hukum Kontrak
Mengenai
sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang-undang dijelaskan:
a. Persetujuan para pihak (kontrak);
b. Undang-undang selanjutnya yang lahir dari UU
ini dapat dibagi:
1) Undang-undang saja
2)
UU karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari UU karena suatu
perbuatan dapat dibagi:
a) yang dibolehkan (zaakwaarnaming);
b)
yang berlawanan dengan hokum, misalnya seorang karyawan yang membocorkan
rahasia perusahaan, meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan
dapat saja menuntut karyawan tersebut karena perbuatan itu oleh UU termasuk
perbuatan yang melawan hukum (onrechtsmatige
daad),untuk hal ini dapat dilihat pasal 1365 KUH Perdata.
B. JENIS-JENIS KONTRAK DAN
BERAKHIRNYA KONTRAK
1. Macam-macam Kontrak
Berikut
ini beberapa contoh kontrak khusus dan penting yang banyak terjadi dalam
praktik bisnis pada umumnya.
a.
Perjanjian Kredit
1) Pengertian Kredit
Kredit
atau credere (dalam bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan ini merupakan
dasar dari setiap perjanjian. Adapun unsure dari kredit adalah adanya dua
pihak, kesepakatan pinjam-meminjam (lihat lagi pasal 1754 KUH Perdata tentang
Perjanjian Pinjam-Meminjam), kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu
tertentu dengan objeknya benda.
Sedangkan
dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang
perjanjian kredit diatur dalam Pasal 1 Ayat 11, yang berbunyi:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank (kreditor) denganpihak lain (debitor) yang
mewajibkan pihak peminjamuntuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
2) Perjanjian Kredit
Uang
Para
Pihak. Menurut Pasal 16 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998,
setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat wajib
memiliki izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, persyaratan
tersebut adalah :
-
susunan organisasi dan pengurusan
-
permodalan
-
kepemilikan
-
keahlian bidang Perbankan
-
kelayakan rencana kerja dan
-
hal-hal lain yang ditetapkan Bank Indonesia
Bunga.
Meskipun suku bunga menurut UU tidak boleh lebih 6% (S. 1848 No. 22) tetapi
dalam praktik bisnis kesepakatan antara kreditor dan debitor biasanya boleh
lebih dari ditentukan, yang penting bunga itu ada. UU Perbankan kita memang
menganut sistem bunga mengambang yang sebetulnya cenderung mengarah ke riba
yang bisa merusak dan bisa terjadi ketidakseimbangan mengingat masyarakat kita
masih memerlukan pembinaan untuk bergerak di bidang bisnis.
Batas
Maksimum Pemberian Kredit. Menurut UU Perbankan
Pasal 11 Ayat 2, batas maksimum pemberian kredit tidak boleh melebihi 30% dari
modal bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan
ketentuan mengenai batas.
Jaminan.
Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan
yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk
memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha
Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat
memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan
utangnya.
Sumber
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21973/masalah-ketenagakerjaan-dalam-perjanjian-ikatan-dinas
http://wf-managementclass.blogspot.co.id/2015/11/hukum-bisnis-kontrak-bisnis-perjanjian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar